Bukuini saya beli setelah selesai membaca karya lainnya dari Seno Gumira Ajidarma yang berjudul “Sepotong Senja untuk Pacarku” tahun 2017 lalu. Nama Seno Gumira Ajidarma sangat menarik perhatian saya setelah menyelesaikan buku ini, diksi yang dipakai sangat apik dan membuat karya -karyanya selalu membuat saya takjub, apalagi buku pertama
Cerpen Karya Seno Gumira Ajidarma. Dilarang menyanyi di kamar mandi. Seno gumira ajidarma bab i pendahuluan latar belakang cerita pendek atau sering disingkat sebagai “cerpen” adalah suatu bentuk prosa naratif fiktif. Cerpen Seno Gumira Ajidarma Gambaran from This research's analysis used personality structures theory in study of psychoanalysis by sigmund freud. Made by seno gumira ajidarma. Pengertian cerpen cerpen adalah karangan pendek yang berbentuk prosa. “Sabar Pak, Sebentar Lagi,” Kata Senja Karya Seno Gumira Dan Cerpen Sehari Menunggu Maut Karya Ernest Baca Artikel Ini Dan Artikel Lainnya Dengan Daftar Akun Matinya Seorang Penari Telanjang Karya Seno Gumira Ajidarma Dalam Perspektif Slavoj ŽižekBerikut Contoh Analisis Ideologi Dalam Cerpen “Kematian Paman Gober” Karya Seno Gumira Ajidarma. “Sabar Pak, Sebentar Lagi,” Kata Hansip. ”masih satu menit lagi,” ujarnya. Cerpen cintaku jauh di komodo* karya seno gumira a. Cerpen “kematian paman gober” sangat tepat dengan kondisi negara kita saat cerpen ini dibuat yaitu pada tahun 1994. Negeri Senja Karya Seno Gumira Dan Cerpen Sehari Menunggu Maut Karya Ernest Hamingway. Posts tagged seno gumira ajidarma. Menilai cerpen saksi mata karya seno gumira ajidarma. Seno gumira ajidarma seminggu setelah perceraiannya, perempuan itu memasuki sebuah kafe, dan memesan rembulan dalam cappuccino. Lanjutkan Baca Artikel Ini Dan Artikel Lainnya Dengan Daftar Akun Seno gumira ajidarma seorang cerpenis, esais, wartawan, dan pekerja teater. Sepatu hitam hadiah mama 12 juni 2016; Cerpen “ sepotong senja untuk pacarku” karya seno gumira ajidarma bertema tentang jalinan hubungan dua orang kekasih. Cerpen Matinya Seorang Penari Telanjang Karya Seno Gumira Ajidarma Dalam Perspektif Slavoj Žižek Resep rahasia mak asih 12 juni 2016; Menganalisis cerpen “sepotong senja untuk pacarku” karya Nama samaran yang dimilikinya mira sato, digunakan untuk menulis puisi sampai tahun 1981. Berikut Contoh Analisis Ideologi Dalam Cerpen “Kematian Paman Gober” Karya Seno Gumira Ajidarma. The personality structures consist of id desire and needs, ego distribution, and superego balancer/control/normative. lahir 19 juni 1958 adalah penulis dan ilmuwan sastra indonesia. Ia datang bersama senja, dan ia harus menunggu malam tiba untuk mendapatkan pesanannya.
SenoGumira Ajidarma dan Kritik Sosial 3.1 Biodata Singkat SGA SGA merupakan salah seorang sastrawan Indonesia yang lahir di Boston, Amerika Serikat, 19 Juni 1958. Bersama cerpen karya sastrawan lain, cerpennya ini diterbitkan sekaligus menjadi judul buku kumpulan cerpen terbaik Kompas, yaitu Pelajaran Mengarang (1993). Kemudian, cerpennya
Biografi sastrawan Seno Gumira Ajidarma menarik untuk dibahas mengingat banyaknya karya yang telah ia ciptakan. Karya-karya itu telah mengantarkannya meraih sejumlah penghargaan, baik dari dalam maupun luar negeri. Dan menariknya lagi, pengarang yang mengawali kariernya sebagai seorang wartawan ini enggan disebut sastrawan dan pernah menolak penghargaan di bidang sastra, lho! Kenapa, ya? Untuk mengetahuinya, simak kisah perjalanan karier lengkap Seno Gumira Ajidarma di bawah ini!Siapa yang tak mengenal sastrawan-sastrawan kenamaan seperti Chairil Anwar, WS Rendra, dan Sapardi Djoko Damono? Selain nama-nama tersebut, ada satu lagi pengarang terkenal yang perlu kamu ketahui biografi dirinya, yaitu Seno Gumira Seno Gumira Ajidarma di dunia literasi Indonesia tentulah sudah tidak diragukan. Memulai proses kreatif sejak berusia 17 tahun, pria kelahiran 19 Juni 1958 ini tercatat telah banyak menelurkan karya tulisan, baik fiksi maupun banyak menulis puisi, cerpen, novel, serta esai yang dimuat di surat kabar dan diterbitkan dalam buku antologi. Tak sedikit pula cerpen karyanya yang menerima penghargaan dari dalam hingga luar begitu, pengarang yang dikenal dengan nama samaran Mira Sato ini justru menolak disebut sebagai seorang sastrawan. Ia memilih disebut sebagai wartawan, karena menurutnya kata itu lebih mampu mewakili profesinya, yaitu seorang penulis. Sepanjang kariernya, ia tak hanya hadir menyuguhkan karya sastra, tetapi juga terlibat dalam penulisan kreatif lainnya. Salah satunya ialah ketika ia dipercaya bergabung dengan tim penulis skenario untuk film Wiro Sableng 212 2018. Penasaran ingin tahu kisah perjalanan hidup dan kariernya secara lengkap? Jangan khawatir, KepoGaul telah merangkum biografi Seno Gumira Ajidarma di artikel ini. Simak baik-baik, siapa tahu kamu dapat meneladani sosoknya. Selamat membaca! Sumber Twitter – thebookseller Hal pertama yang perlu kamu tahu dari biografi Seno Gumira Ajidarma adalah seputar kehidupan pribadi dan pendidikannya. Kamu bakal kaget sekaligus kagum karena ternyata ia pernah “nakal” sewaktu remaja. Untungnya, kenakalannya tidak berlangsung lama dan ia segera kembali fokus mengenyam pendidikan sekaligus menekuni dunia tulis-menulis. Untuk mengetahui detail yang lebih lengkap, berikut informasinya. 1. Kehidupan Masa Kecil Seno Gumira Ajidarma ialah putra dari pasangan Prof. Dr. Sastroamidjojo dan dr. Poestika Kusuma Sujana. Ia lahir di Boston, Amerika Serikat tanggal 19 Juni 1958, tetapi tumbuh dan besar di Yogyakarta. Sejak muda, ia telah mengenal kesusastraan dan banyak membaca buku-buku kisah petualangan. Salah satu karya yang disukainya adalah cerita tentang suku Apache karya Karl May yang mengisahkan petualangan tokoh bernama Old Shutterhand. Kisah Old Shutterhand sanggup memengaruhi Seno Gumira. Sampai-sampai, gara-gara membacanya ia jadi ikut-ikutan berpetualang, mengembara ke Jawa Barat hingga Sumatera. Demi petualangannya, ia bahkan menolak melanjutkan SMA. Selama mengembara sekitar 3 bulan, ia sempat bekerja sebagai buruh pabrik kerupuk di Medan karena kehabisan uang. Di masa sulitnya itu, Seno menghubungi sang ibu untuk meminta uang. Alih-alih memberikan uang pada putranya, sang ibu malah mengirimkan tiket pulang. Mau tak mau, penulis cerita Sepotong Senja untuk Pacarku 2002 ini pun kembali ke Yogyakarta. Ia kemudian masuk ke SMA Kolese De Britto, sekolah swasta yang membebaskan siswanya untuk tidak mengenakan seragam. Baca juga Biografi Sapardi Djoko Damono, Sang Pujangga Sederhana Asal Solo 2. Masa Pencarian Identitas Biografi masa remaja Seno Gumira Ajidarma cukup menarik untuk dibahas lebih jauh. Layaknya kebanyakan remaja pada umumnya, ia pernah salah memilih teman bergaul meski tidak sampai terjerumus dalam pergaulan bebas. Kala itu, ia kerap ikut tawuran dan kebut-kebutan di jalan. Ia lebih banyak bergaul dengan anak-anak jalanan ketimbang teman-temannya yang tinggal di sekitar kediamannya di kawasan Bulaksumur UGM Universitas Gadjah Mada. Suatu kali dalam sebuah wawancara, ia pernah mengakui kenakalannya dikarenakan dirinya sedang berada di masa pencarian identitas. Pencarian identitasnya baru berhenti setelah ia mengenal sosok sastrawan WS Rendra. “Saat remaja, orang akan mencari identitas, ada yang berkelahi, ngebut, menjadi modis, dan lain-lain sebagainya,” ujarnya kepada White Board Journal tahun 2016. “Pencarian identitas saya berhenti ketika saya menonton Rendra. Seketika itu, entah kenapa saya langsung saya ingin jadi seperti beliau.” Baca juga Biografi Raden Patah, Keturunan Raja Majapahit yang Menjadi Pendiri Kesultanan Demak 3. Kuliah dan Menikah Sang maestro literasi kontemporer ini hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan kuliah. Tahun 1977, ia diterima masuk di Jurusan Sinematografi Institut Kesenian Jakarta IKJ yang kala itu masih bernama Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta LPKJ. Pada 1981, Seno yang saat itu bekerja sebagai wartawan memutuskan untuk menikah dengan wanita bernama Ikke Susilowati. Dari pernikahan ini, keduanya dikaruniai seorang putra yang diberi nama Timur Angin. Di sela kesibukannya bekerja dan berkarya, ia memutuskan untuk melanjutkan pendidikan formal. Pengarang novel pentalogi Nagabumi sejak 2009 ini berhasil merampungkan S1-nya di IKJ dan lulus tahun 1994, kemudian meraih gelar Magister Ilmu Filsafat 2000 dan Doktor Ilmu Sastra 2005 dari Universitas Indonesia UI. Awal Mula Terjun ke Dunia Sastra Sumber Twitter – ubudwritersfest 1. Proses Kreatif Dimulai setelah Mengenal Teater Berbicara mengenai biografi Seno Gumira Ajidarma, kamu tentu penasaran bagaimana awal mulanya terjun ke dunia sastra. Rupanya, ia lebih dulu berkenalan dengan teater sebelum menekuni dunia yang membesarkan namanya. Proses kreatif sang sastrawan bermula sewaktu memasuki usia 17 tahun. Kala itu, ia bergabung dengan kelompok sandiwara bernama Teater Alam yang dipimpin oleh Azwar selama kurang lebih 2 tahun. Selama menjadi anggota Teater Alam, Seno rajin menulis dan mengirimkan karya berupa puisi maupun cerpen ke media-media cetak. Ia menjadikan Remy Silado dan Rendra sebagai motivator sekaligus inspirator baginya dalam berkarya. “Waktu itu, teater asing buat saya. Dan drama, saat itu kita tahu hanya hadir saat perayaan 17-an saja. Salah satu drama Rendra yang saya tonton adalah Mastodon dan Burung Kondor, karena judulnya yang unik. Sejak itu, nama Rendra itu semakin terdengar oleh saya,” kata Seno Gumira Ajidarma ketika diwawancara White Board Journal. Baca juga Biografi Tung Desem Waringin, Sang Motivator Kondang Pencetak Rekor MURI 2. Jadi Wartawan Demi Tetap Menulis Seno Gumira Ajidarma memulai kariernya di bidang jurnalistik tahun 1977 sebagai wartawan lepas untuk harian Merdeka, kemudian bekerja di majalah kampus Cikini 1980 dan Jakarta Jakarta 1985–1992. Ia pernah pula menjabat sebagai pemimpin redaksi di Sinema Indonesia dan redaktur di majalah mingguan Zaman 1983–1984. Tahun 1992, Seno sempat menganggur lantaran majalah Jakarta Jakarta berhenti terbit. Positifnya, ia jadi punya waktu kembali ke bangku kuliah untuk menyelesaikan pendidikan S1 yang sebelumnya sempat tertunda. Kendati sibuk kuliah, pria yang lahir di Boston ini tetap aktif sebagai jurnalis dan diperbantukan menjadi wartawan di tabloid Citra. Tak lama kemudian, ia kembali bekerja di Jakarta Jakarta pada akhir 1993. Barangkali, waktu yang dihabiskannya selama menjadi wartawan amat berarti bagi Seno. Bahkan, ia kerap menolak jika disebut sebagai sastrawan walaupun punya banyak karya karena menurutnya kata itu kurang mewakili profesinya. “Wartawan bisa menulis, kan? Jadi wartawan itu seolah-olah bisa mewakili semuanya,” tuturnya ketika diwawancara BBC tahun 2012. Baca juga Biografi Bob Sadino, Pengusaha Sukses yang Memulai Usaha dari Telur Ayam Negeri Koleksi Karya Fiksi dan Nonfiksi Sumber Twitter – kedaiboekoe Artikel biografi ini memaparkan pula karya-karya Seno Gumira Ajidarma yang sebagian besar berbicara mengenai politik dan kemanusiaan. Akan tetapi, tak sedikit pula karyanya yang bertemakan cinta dan kehidupan. Walau begitu, ia mengaku tidak memiliki pakem tertentu dalam berkarya. Seno lebih nyaman menulis sesuatu sesuai dengan kebutuhan, tergantung kepada siapa karyanya ditujukan. Misalnya, ia akan menulis dengan bahasa sederhana dan mudah dimengerti jika karyanya ditujukan untuk kepentingan banyak orang. “Itu tergantung kebutuhan. Kalau kebutuhannya adalah ide-ide saya pribadi, ya saya tidak peduli dimengerti atau tidak,” katanya kepada BBC 2012. “Tapi kalau urusannya persoalan orang banyak, demi kepentingan orang banyak, maka saya tentu menggunakan bahasa yang sebisa mungkin pasti dimengerti.” Yang jelas, tulisannya terbagi menjadi karya fiksi dan nonfiksi, semisal cerpen, novel, hingga esai. Daripada kamu penasaran, langsung saja intip keterangan seputar tulisan-tulisan Seno berikut ini! Baca juga Biografi Pangeran Antasari, Pahlawan Banjar yang Berusaha Mengusir Belanda dari Kampung Halamannya 1. Tulisan Fiksi a. Puisi dan Cerpen Seno Gumira Ajidarma pertama kali melahirkan karya berupa puisi yang dimuat di majalah Aktuil pada awal 1970-an. Semenjak itu, ia rajin menulis dan mengirimkan puisi-puisi di media cetak. Ratusan puisinya pun telah dirangkum dalam antologi, di antaranya yang berjudul Mati Mati Mati 1975; Bayi Mati 1978; dan Catatan-Catatan Mira Sato 1978. Adapun cerpen karyanya yang diterbitkan, tak sedikit pula jumlahnya. Sebagian besar dikumpulkan dalam beberapa buku antologi cerpen, sebut saja Manusia Kamar 1988; Saksi Mata 1994; Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi 1995; serta Sepotong Senja untuk Pacarku 2002. Dari daftar di atas, Manusia Kamar pernah dicetak ulang pada tahun 2000 dengan judul Matinya Seorang Penari Telanjang. Sementara itu, karyanya yang berjudul Saksi Mata dan Negeri Kabut 1996, masing-masing diterjemahkan dalam bahasa Inggris dengan judul Eye Witness oleh Jan Lingard dan The Land of Mists oleh Tim Kortschak. Kedua cerpen tersebut pun tidak hanya diterbitkan di buku antologi, tetapi juga di biografi bertajuk Sastrawan Indonesia Seno Gumira Ajidarma, Penerima Hadiah Sastra Asia Tenggara 1997. Hebat sekali, bukan? Lanjutkan membaca jika ingin tahu tentang karyanya yang lain! Baca juga Biografi Dewi Sartika, Sang Pejuang Hak-Hak Kaum Perempuan dari Priangan b. Komik dan Novel Awal 2000-an, Seno melebarkan sayap di dunia kepenulisan dengan mencipta komik. Beberapa komik yang pernah diterbitkan antara lain, Jakarta 2039, 40 Tahun 9 Bulan setelah 13—14 Mei 1998 2001; Taxi Blues 2001; dan Sukab Intel Melayu Misteri Harta Centini 2002. Di sisi lain, novel-novel karyanya juga terbilang fenomenal di kalangan pencinta sastra. Sebut saja Jazz, Parfum, dan Insiden 1996; Kitab Omong Kosong 1994; Biola Tak Berdawai 2004; Kalatidha 2007; Wisanggeni Sang Buronan 2000; dan Nagabumi I Jurus Tanpa Bentuk 2009. Berbeda dengan novel lain, Nagabumi merupakan cerita berseri yang diluncurkan bertahap. Tahun 2019, novel tersebut hadir dengan jilid ketiga berjudul Nagabumi III Hidup dan Mati di Chang’an. Sementara itu, jilid keduanya diberi judul Nagabumi II Buddha, Pedang dan Penyamun Terbang, dan dirilis pada 2011. c. Naskah Skenario Asal kamu tahu, pengarang serba bisa ini juga beberapa kali menulis naskah pertunjukan. Naskahnya berjudul Mengapa Kau Culik Anak Kami 2001 pernah dipentaskan dua kali di dua lokasi berbeda. Pertama di Taman Ismail Marzuki TIM Jakarta pada 6–8 Agustus 2001, selanjutnya di Taman Budaya Yogyakarta tanggal 16–18 Agustus 2001. Ia tercatat pula menulis naskah drama lain berjudul Pertunjukan Segera Dimulai 1976. Pada 1999, ia menulis naskah untuk Clara yang diadaptasi dari cerpen berjudul sama. Cerpen itu sebelumnya sudah dimuat di antologi Iblis Tak Pernah Mati 1999. Selain naskah drama, Seno Gumira Ajidarma dilibatkan pula dalam penulisan skenario film Wiro Sableng 212 2018 garapan Lifelike Pictures. Cerita dalam film ini didasarkan pada karakter pendekar bernama Wiro Sableng di novel seri karya Bastian Tito. Baca juga Biografi Mahatma Gandhi, Sang Pejuang Kemerdekaan Anti-Kekerasan 2. Tulisan Nonfiksi Tak hanya karya fiksi, melalui artikel biografi ini, kamu juga berhak tahu tulisan-tulisan nonfiksi yang pernah lahir dari tangan dingin Seno Gumira Ajidarma. Lantaran bekerja sebagai wartawan, ia pun banyak menerbitkan esai. Beberapa tulisan esainya yang terkenal antara lain, Surat dari Palmerah 2002; Kisah Mata Fotografi Antara Dua Subjek Perbincangan Tentang Ada 2002; Affair Obrolan Tentang Jakarta 2004; Ketika Jurnalisme Dibungkam, Sastra Harus Bicara 2005; dan Sembilan Wali dan Siti Jenar 2007. Penghargaan yang Pernah Diraih Sumber Twitter – LitBritish Kegigihan Seno Gumira Ajidarma untuk terus menciptakan karya terbukti berbuah manis. Ia terbilang sering menerima penghargaan sastra, baik dari dalam negeri dan mancanegara. Namun, tidak semua penghargaan diterimanya, lho! Seno ternyata pernah menolak penghargaan bidang kesusastraan dari Ahmad Bakrie Award tahun 2012. Akan tetapi, ia enggan menyebut alasannya secara pasti dan hanya memberikan jawaban yang filosofis sewaktu diwawancara BBC 2012. “Adakalanya dunia politik menyentuh kita, sehingga saya atau kita harus bersikap. Saya tidak bisa terus-menerus di menara gading. Ada keputusan saya harus turun,” ucapnya. “Ada titik tertentu tidak bisa menghindar lagi dari politik, sehingga tulisan saja tidak cukup.” Satu ditolak, tetapi ia masih mengantongi deretan penghargaan bergengsi lain. Apa saja? Berikut ini daftar penghargaan yang pernah diraih Seno sepanjang kariernya di dunia kesusastraan Indonesia. Penghargaan dari majalah Zaman tahun 1980 untuk cerpen Dunia Gorda Penghargaan dari harian Kompas tahun 1990 dan 1993 untuk cerpen Midnight Express dan Pelajaran Mengarang Penghargaan dari harian Suara Pembaruan 1991 untuk cerpen Segitiga Emas Dinny O’Hearn Prize for Literary 1997, Australia, untuk cerpen Saksi Mata South East Asia Write Award 1997, Bangkok, Thailand, untuk cerpen Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi Penghargaan dari Radio Arif Rahman Hakim 1997 untuk cerpen Kejadian Kusala Sastra Khatulistiwa Khatulistiwa Literary Award 2005, Indonesia Cerpen Terbaik pilihan Kompas tahun 2007 dan Anugerah Pena Kencana 2008 untuk Cinta di Atas Perahu Cadik Author of the Day di London Book Fair 2019 Meneladani Seno Gumira Ajidarma Lewat Biografi Dirinya Kagum dengan sosok Seno Gumira Ajidarma setelah membaca biografi lengkap dirinya di atas? Jika ingin menjadikan sang pengarang sebagai teladan, kamu juga perlu mengetahui satu lagi capaian dalam kariernya. Bahwasanya, ayah satu anak ini pernah menjadi juri Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta DKJ pada 2008. Sampai tahun 2010, namanya juga berada di jajaran tim juri ajang Festival Film Indonesia FFI. Ia disibukkan pula sebagai pengajar di Fakultas Film & Televisi IKJ, serta menjabat jadi rektor di kampus tersebut sejak tahun 2016. Seno kerap pula didapuk menjadi pembicara di acara-acara seminar kesusastraan dan kepenulisan. Selain Seno, masih banyak tokoh lain dari kalangan sastrawan maupun negarawan yang dapat kamu jadikan panutan, mulai dari Buya Hamka hingga Moh Hatta. Makanya, jangan lewatkan informasi tokoh-tokoh penting Indonesia di KepoGaul, ya. PenulisArintha AyuArintha Ayu Widyaningrum adalah alumni Sastra Indonesia UNS sekaligus seorang penulis artikel nonfiksi yang juga punya banyak jam terbang menulis fiksi, seperti cerpen dan puisi. Terkadang terobsesi menulis skrip untuk film atau sinema televisi. Punya hobi jalan-jalan di dalam maupun luar negeri. EditorNurul ApriliantiMeski memiliki latar belakang pendidikan Sarjana Pertanian dari Institut Pertanian Bogor, wanita ini tak ragu "nyemplung" di dunia tulis-menulis. Sebelum berkarier sebagai Editor dan Content Writer di Praktis Media, ia pun pernah mengenyam pengalaman di berbagai penjuru dunia maya.
CatatanEditor tentang Pengarang dan Cerpennya Seno Gumira Ajidarma telah diakui sebagai salah seorang pengarang Indonesia kontemporer yang sangat konsisten menghasilkan karya-karya yang punya standar mutu terjaga. Ia hampir menekuni semua genre penulisan: dari puisi, lakon, prosa (cerpen dan novel), skenario film, esai, hingga telaah-telaah
Jakarta - Seno Gumira Ajidarma adalah seorang penulis yang memiliki ciri khas tersendiri karena gaya penulisan yang digunakan Seno Gumira Ajidarma ini terbilang unik, siapapun yang membaca karya beliau entah itu novel ataupun cerpen pasti setuju dengan ini. Semua karya beliau selalu meninggalkan pesan yang mendalam kepada pembaca sehingga siapapun yang membaca tulisan beliau akan langsung mengenal bahwa karya tersebut ditulis olehnya. Karya yang dibuat oleh Seno Gumira Ajidarma tidak terlepas dari kritik terhadap kekuasaan, politik, dan bahkan kritik sosial masyarakat yang terjadi. Tema-tema yang diangkat oleh Seno Gumira Ajidarma juga membahas realitas sosial yang terjadi di masyarakat, seperti korupsi, perbedaan kelas sosial, dan bahkan ketamakan manusia. Seno Gumira Ajidarma berhasil untuk mengembangkan suatu permasalahan menjadi suatu bacaan yang kompleks dan berkualitas sehingga membuat pembaca secara tidak sadar untuk berpikir kritis dan menilainya. Setiap cerpen yang ia buat juga digambarkan dalam kehidupan sehari-hari, hal ini yang menjadi keunggulan karya beliau, walaupun digambarkan dengan sederhana, namun seperti mengajak para pembaca untuk masuk dalam dunia ceritanya lewat rangkaian konflik yang disusun. Sebuah karya sastra lahir dari pengamatan penulis, dengan sederhananya karya sastra tersebut merupakan bentuk keterlibatan pengarang terhadap kehidupan masyarakatnya. Pendekatan sosiologi sastra beranggapan bahwa sastra tersebut mencerminkan dan mengekspresikan kehidupan, salah satunya adalah realitas sosial dan kritik yang terjadi pada cerpen “Menunggu Kematian Paman Gober” karya Seno Gumira bercerita melalui medium visual, menjadi alasan Lydia Isnanto menekuni dunia film. Sejak empat tahun lalu, Lydia pindah ke AS dan menetap di Austin, Texas. Ia telah memproduksi dua film pendek bertema Kesehatan mental yang telah meraih b...Ilustrasi membaca, buku. Photo Copyright by FreepikCerpen “Menunggu Kematian Paman Gober” berkisahkan mengenai suasana kehidupan di Kota Bebek yang dipimpin oleh Paman Gober. Paman Gober ini digambarkan sebagai sosok yang kaya raya dan berkuasa, tetapi sangat pelit dan kejam. Tetapi, herannya ia menjadi tokoh yang sangat dicintai. Kematian Paman Gober ini tampaknya telah ditunggu-tunggu oleh warga Kota Bebek. Paman Gober dinilai telah terlalu lama berkuasa, dan walaupun sudah sangat tua, ia tidak ada tanda-tanda untuk mengundurkan diri. Paman Gober digambarkan sebagai orang tidak mengenal belas kasihan. Ia selalu mengancam siapapun yang berani mengkritiknya, maka dari itu hampir tidak ada yang berani untuk mengkritik dirinya. Banyak cara yang telah dilakukan, namun entah mengapa ia terpilih lagi untuk menjadi seorang pemimpin seolah-olah seperti tidak ada calon yang lain lagi. Akhirnya, warga Kota Bebek menyerah dan yang dilakukannya setiap hari adalah menunggu kematian Paman Gober, karena mereka berpikir hanya kematianlah yang mampu menghentikan Paman Gober, setiap hari mereka menunggu dan berharap saat itu akan Cerpen Menunggu Kematian Paman Gober, Representasi Orde BaruIlustrasi membaca sinopsis, buku. Photo by Nathan Aguirre on UnsplashKarya sastra merupakan realitas dan keterlibatan pengarang terhadap kehidupan masyarakatnya. Seno Gumira Ajidarma menulis cerpen ini pada tahun 1994, yaitu pada zaman Orde Baru. Pada saat itu, Soeharto menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia. Soeharto juga menjabat selama 32 tahun sebagai Presiden, dan itu bukan waktu yang sebentar. Persoalan utama yang dibahas dalam cerpen adalah mengenai kepemimpinan yang tidak berganti dengan alasan bahwa ia pun tidak menolak jika diberi kehormatan. Namun, hal tersebut menimbulkan pro dan kontra oleh masyarakat. Sebagian masyarakat banyak yang memandang sinis dan tidak suka, oleh karena itu Seno Gumira Ajidarma menulis cerpen ini, cerpen yang memusatkan pada pandangan masyarakat pada zaman Orde Baru. Realitas masyarakat pada saat itu tidak berani untuk memprotes atau mengutarakan pendapat karena adanya ancaman dan intimidasi dari pemerintah, bahwa siapa saja yang pada saat itu berani untuk mengkritik dan mempertanyakan kebijakan pemerintah, akan ada akibat yang ia dapat. Hal itu tertulis jelas pada percakapan dalam cerita pendek berikut ini. “Kamu bebek tidak tahu diri, sudah dibantu masih meleter pula.” “Apakah saya tidak punya hak bicara?” “Punya, tapi asal jangan meleter, nanti kamu kusembelih.” Soeharto Metafora Paman Gober, Benarkah?Soeharto, lahir 8 Juni 1921, sosok presiden yang mendapat julukan bapak pembangunan itu tak lepas dari kontroversi. Dimasa kejayaannya Soeharto begitu disegani di ASEAN IstimewaDalam cerpen ini, dijelaskan bahwa ancaman digunakan oleh pemerintah untuk membungkam masyarakat dalam mengkritisi kebijakan pada masa pemerintahan Orde Baru. Masyarakat juga memilih diam untuk menyelamatkan dirinya sendiri, sambil menunggu perubahan yang akan terjadi dalam lima tahun sekali. Tetapi hal itu tentunya tidak pernah terjadi, karena seperti yang ditulis oleh Seno Gumira Ajidarma dalam cerpennya “Menunggu Kematian Paman Gober”, pemilihan umum pemilu ini sudah direncanakan dan bersifat pura-pura tidak bersifat demokratis, oleh karena itu masyarakat yang sudah sangat jenuh dengan kondisi pemerintahan hanya menginginkan suatu berita yaitu kapan Paman Gober meninggal dunia. Hal ini selalu ditunggu oleh warga bebek, ketika membaca koran pada pagi hari. Kisah yang ditulis oleh Seno Gumira Ajidarma, walaupun setting yang digambarkan adalah dunia unggas, namun secara jelas menggambarkan tokoh Soeharto. Cerpen ini sebenarnya adalah sebuah kritik, walaupun tidak terlalu liar dan vulgar karena penulis menggambarkannya dalam tokoh binatang. Tetapi, siapapun yang membacanya pasti seketika mengetahui sosok yang menjadi tujuan dalam cerpen Polemik Soeharto Guru Korupsi Vs Bapak Pembangunan. Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Mencermati48 cerpen yang dimuat Kompas sepanjang tahun `z 020, pikiran dan hati para juri tertambat pada "Macan" karya Seno Gumira Ajidarma. Semua juri menyepakati "Macan" menjadi cerpen terbaik. No debate! Bukan nama besar Seno yang menjadi faktor penentu, melainkan semata-mata kualitas cerpen itu sendiri. Seno sebenarnya punya dua cerpen

› Cerpen›Kemenangan Keempat Seno Gumira... Cerpen ”Macan” karya Seno Gumira Ajidarma terpilih sebagai Cerpen Terbaik Kompas 2020. ”Macan” memenangi persaingan dengan 16 karya lainnya yang masuk nominasi pemenang. OlehHERLAMBANG JALUARDI DAN BUDI SUWARNA 4 menit baca KOMPAS/ALBERTUS KRISNA Nama Seno Gumira Ajidarma dengan cerpennya berjudul Macan tertera pada trofi Anugerah Cerpen Terbaik Kompas 2020. Pemberian penghargaan dilakukan dalam acara Anugerah Cerpen Kompas yang digelar secara daring, Senin 28/6/2021, dari ruang Kompas Institute di Kompas memilih cerita pendek Macan karya Seno Gumira Ajidarma sebagai Cerpen Terbaik Kompas 2020. Macan memenangi persaingan dengan 16 karya lainnya yang masuk nominasi Cerpen Pilihan Kompas 2020. Ini adalah kali keempat cerpen Seno terpilih sebagai Cerpen Terbaik Kompas. Dalam cerita yang dimuat pada edisi 1 Maret 2020 ini, Seno menggugat manusia yang kadung dilabeli sebagai makhluk bijaksana.”Sebenarnya saya ingin menulis tentang peristiwa perampokan ternak yang sadis. Tapi dari mana masuknya, itu misteri kreativitas. Apa yang ingin saya tulis itu hadir di situ cerpen Macan sangat kecil, tapi sangat penting menunjukkan manusia lebih berperan dalam menghabiskan hewan ternak, lebih canggih,” kata Seno lewat konferensi virtual dalam acara Anugerah Cerpen Kompas 2020 yang digelar secara daring dari ruang Kompas Institute di Jakarta, Senin 28/6/2021. Dalam cerita itu, tokoh Macan bernama Embah bersama keluarganya terdesak warga desa, yang cemas dengan kebuasan harimau. Seno mengambil sudut pandang harimau, seperti cerita-cerita dongeng.”Ini adalah cerita klasik tentang habitat yang terganggu dan dampaknya bagi manusia. Klasik sebenarnya. Teknik yang saya gunakan pun realisme biasalah, agak kurang ngawurnya. Padahal, nulis cerpen paling enak bagian ngawurnya,” kata Seno diikuti derai tawa. Dia mengirim cerpen ke Kompas sejak tahun 1978 dan baru mulai dimuat tahun tahun 1968 hingga 2020, harian Kompas telah memuat judul cerpen. Tercatat 575 cerpenis yang karyanya dimuat, lebih dari separuhnya dimuat di atas dua kali. Beberapa nama yang karyanya kerap mewarnai edisi akhir pekan adalah Beni Setia 45 judul, Ratna Indraswari Ibrahim 46, Harris Effendi Thahar 51, dan Yanusa Nugroho 55.KOMPAS/ALBERTUS KRISNA M Hilmi Faiq memandu acara Anugerah Cerpen Kompas 2020 yang digelar Senin 28/6/2021 secara daring dari Ruang Kompas Institute di Jakarta. Cerpen Macan karya Seno Gumira Ajidarma dinobatkan sebagai Cerpen Terbaik Kompas cerpenis lain, karya cerpen Seno telah dimuat sebanyak 85 judul dalam kurun waktu 1982 hingga 2020. Sebanyak empat di antaranya terpilih sebagai Cerpen Terbaik Kompas, yakni Pelajaran Mengarang terbit tahun 1992, Cinta di Atas Perahu Cadik 2007, Dodolitdodolitdodolibret 2010, dan Macan 2020.Sejauh ini, baru Seno yang memenangi Cerpen Terbaik Kompas sebanyak empat kali. Pencapaian terdekat dengan Seno dicatat Budi Darma dan Kuntowijoyo yang masing-masing memenangi penghargaan ini sebanyak tiga 1982, karya cerpen Seno selalu menemani pembaca. Pada tahun itu, ada enam judul yang dimuat. Karya cerpennya hanya absen pada 1996, 2004, 2005, dan 2009. Pada 2020, Kompas memuat cerpen Seno lainnya yang berjudul mentereng, Simuladistopiakoronakra. Cerpen yang dimuat pada edisi 5 Juli 2020 itu tidak masuk ke dalam buku Kumpulan Cerpen Terbaik Kompas itu berisi 17 judul cerpen yang dinominasikan sebagai Cerpen Terbaik Kompas 2020. Ketujuh belas cerpen itu dipilih dewan juri dari 48 judul cerpen yang dimuat sepanjang tahun 2020. Jumlah pilihan cerpen itu relatif lebih sedikit dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. M Hilmi Faiq, salah satu anggota Dewan Juri, mengatakan, ”Entah terpengaruh pandemi atau tidak, rasanya hanya 17 judul ini yang layak bersanding dalam sebuah buku,” Macan, kata Hilmi, akhirnya dipilih juri sebagai pemenang bukan karena nama besar Seno, tetapi karena Macan unggul di semua aspek untuk menjadi cerpen yang baik dibandingkan pesaingnya. ”Suara juri bulat untuk Macan,” kata Faiq. KOMPAS/ALBERTUS KRISNA Suasana di balik layar acara Anugerah Cerpen Kompas 2020 yang digelar secara daring, Senin 28/6/2021, dari ruang Kompas Institute di tambah Faiq, lincah mengambil sudut pandang pertama dari tokoh-tokohnya, ada macan, ada pemburu, ada orang-orang. Ketegangannya jadi terjaga hingga cerpenis Damhuri Muhamad, cerpen Macan memang menarik. ”Tema hutan dan lingkungan selama ini jarang tergarap dalam iklim kreatif. Dalam waktu cukup panjang, garapan tematik langka ini sulit saya temukan dalam cerpen-cerpen Kompas. Padahal, persoalan konservasi hutan dan kerusakan lingkungan adalah persoalan besar Indonesia hari ini,” kata Damhuri, yang cerpennya, Kandang Kambing Nurwajilah, terpilih ke dalam buku kumpulan cerpen tahun 2020 cerpenCerpen menjadi bagian tak terpisahkan dari perjalanan harian Kompas sejak 1968. Penganugerahan cerpen terbaik mulai dihelat sejak 1992. Sebanyak 29 cerpen terbaik yang merupakan karya 21 penulis telah terpilih selama periode itu. Lima penulis menerima penghargaan beberapa kali.”Anugerah ini merupakan kontribusi kecil Kompas untuk ikut mendorong pengembangan dunia sastra. Karya sastra bisa mendorong lahirnya ide atau gagasan-gagasan baru karena kemampuannya menerawang menembus lorong waktu. Dunia sastra mengingatkan harkat kita sebagai manusia yang memiliki kepekaan rasa untuk terus mengasahnya,” kata Pemimpin Redaksi Harian Kompas Sutta pada cerpen terus terjaga. Saat ini, redaksi menerima kiriman cerpen untuk koran rata-rata 10 hingga 15 naskah per hari, sementara yang dimuat paling banyak hanya 52 naskah dalam setahun. Sementara untuk cerpen yang dimuat di laman naskah yang diterima rata-rata 5-10 cerita per penulis Okky Madasari, cerpen Kompas memberi ruang kemungkinan atas realitas dalam masyarakat. ”Di sela-sela berbagai berita, cerpen kembali mengingatkan bahwa ada kesempatan untuk membangun dunia lebih baik, dengan imajinasi dan nurani kita. Merawat halaman cerpen berarti memelihara harapan dan imajinasi kita bersama,” kata Okky, yang karya cerpennya, Sendiri-sendiri, terpilih masuk buku kumpulan cerpen tahun 2020 ini.

Halloges, diriku kali ini akan membacakan sebuah cerpen karya Seno Gumira Ajidarma yang berjudul "Pelajaran Mengarang" Selamat mendengarkan.. 10:36. April 05, 2021. 8. Gendong (Cerita Pendek) karya Raditya Dika. Hallo ges, diriku kali ini akan membacakan sebuah cerpen karya Raditya Dika yang berjudul "Gendong" Selamat mendengarkan..
Kiplik sungguh mengerti, betapapun semua itu tentunya hanya dongeng. “Mana ada orang bisa berjalan di atas air,” pikirnya. Namun, ia memang berpendapat bahwa jika seseorang ingin membaca doa, maka ia harus belajar membaca doa secara benar. ”Bagaimana mungkin doanya sampai jika kata-katanya salah,” pikir Kiplik, ”karena jika kata-katanya salah, tentu maknanya berbeda, bahkan jangan-jangan bertentangan. Bukankah buku Cara Berdoa yang Benar memang dijual di mana-mana?” Adapun dongeng yang didengarnya menyampaikan pesan, betapa siapa pun orangnya yang berdoa dengan benar, akan mampu berjalan di atas air. Kiplik memang bisa membayangkan, bagaimana kebesaran jiwa yang dicapai seseorang setelah mampu membaca doa secara benar, akan membebaskan tubuh seseorang dari keterikatan duniawi, dan salah satu perwujudannya adalah bisa berjalan di atas air. Namun, ia juga sangat sadar sesadar-sadarnya, pembayangan yang bagaimanapun, betapapun masuk akalnya, tidaklah harus berarti akan terwujudkan sebagai kenyataan, dalam pengertian dapat disaksikan dengan mata kepala sendiri. ”Dongeng itu hanyalah perlambang,” pikirnya, ”untuk menegaskan kebebasan jiwa yang akan didapatkan siapa pun yang berdoa dengan benar.” Justru karena itu, semenjak Kiplik memperdalam ilmu berdoa, kepada siapa pun yang ditemuinya, ia selalu menekankan pentingnya berdoa dengan benar. Adapun yang dimaksudnya berdoa dengan benar bukanlah sekadar kata-katanya tidak keliru, gerakannya tepat, dan waktunya terukur, selain tentu saja perhatiannya terpusat, melainkan juga dengan kepercayaan yang mendalam dan tak tergoyahkan betapa sedang melakukan sesuatu yang benar, sangat benar, bagaikan tiada lagi yang akan lebih benar. Kebahagiaan yang telah didapatkannya membuat Kiplik merasa mendapatkan suatu kekayaan tak ternilai, dan karena itulah kemudian ia pun selalu ingin membaginya. Setiap kali ia berhasil membagikan kekayaan itu, kebahagiaannya bertambah, sehingga semakin seringlah Kiplik menemui banyak orang dan mengajarinya cara berdoa yang benar. Ternyata tidak sedikit pula orang percaya dan merasakan kebenaran pendapat Kiplik, bahwa dengan berdoa secara benar, bukan hanya karena cara-caranya, tetapi juga karena tahap kejiwaan yang dapat dicapai dengan itu, siapa pun akan mendapatkan ketenangan dan kemantapan yang lebih memungkinkan untuk mencapai kebahagiaan. Demikianlah akhirnya Kiplik pun dikenal sebagai Guru Kiplik. Mereka yang telah mengalami bagaimana kebahagiaan itu dapat dicapai dengan berdoa secara benar, merasa sangat berterima kasih dan banyak di antaranya ingin mengikuti ke mana pun Kiplik pergi. ”Izinkan kami mengikutimu Guru, izinkanlah kami mengabdi kepadamu, agar kami dapat semakin mendalami dan menghayati bagaimana caranya berdoa secara benar,” kata mereka. Namun, Guru Kiplik selalu menolaknya. ”Tidak ada lagi yang bisa daku ajarkan, selain mencapai kebahagiaan,” katanya, "dan apalah yang bisa lebih tinggi dan lebih dalam lagi selain dari mencapai kebahagiaan ?” Guru Kiplik bukan semacam manusia yang menganggap dirinya seorang nabi, yang begitu yakin bisa membawa pengikutnya masuk surga. Ia hanya seperti seseorang yang ingin membagikan kekayaan batinnya, dan akan merasa bahagia jika orang lain menjadi berbahagia karenanya. Demikianlah Guru Kiplik semakin percaya, bahwa berdoa dengan cara yang benar adalah jalan mencapai kebahagiaan. Dari satu tempat ke tempat lain Guru Kiplik pun mengembara untuk menyampaikan pendapatnya tersebut sambil mengajarkan cara berdoa yang benar. Dari kampung ke kampung, dari kota ke kota, dari lembah ke gunung, dari sungai ke laut, sampai ke negeri-negeri yang jauh, dan di setiap tempat setiap orang bersyukur betapa Guru Kiplik pernah lewat dan memperkenalkan cara berdoa yang benar. Sementara itu, kadang-kadang Guru Kiplik terpikir juga akan gagasan itu, bahwa mereka yang berdoa dengan benar akan bisa berjalan di atas air. ”Ah, itu hanya takhayul,” katanya kepada diri sendiri mengusir gagasan itu. _______________________________________________ Suatu ketika dalam perjalanannya tibalah Guru Kiplik di tepi sebuah danau. Begitu luasnya danau itu sehingga di tengahnya terdapatlah sebuah pulau. Ia telah mendengar bahwa di pulau tersebut terdapat orang-orang yang belum pernah meninggalkan pulau itu sama sekali. Guru Kiplik membayangkan, orang-orang itu tentunya kemungkinan besar belum mengetahui cara berdoa yang benar, karena tentunya siapa yang mengajarkannya? Danau itu memang begitu luas, sangat luas, bagaikan tiada lagi yang bisa lebih luas, seperti lautan saja layaknya, sehingga Guru Kiplik pun hanya bisa geleng-geleng kepala. ”Danau seluas lautan,” pikirnya, ”apalagi yang masih bisa kukatakan?” Maka disewanya sebuah perahu layar bersama awaknya agar bisa mencapai pulau itu, yang konon terletak tepat di tengah danau, benar-benar tepat di tengah, sehingga jika pelayaran itu salah memperkirakan arah, pulau itu tidak akan bisa ditemukan, karena kedudukannya hanyalah bagaikan noktah di danau seluas lautan. Tiadalah usah diceritakan betapa lama dan susah payah perjalanan yang ditempuh Guru Kiplik. Namun, akhirnya ia pun sampai juga ke pulau tersebut. Ternyatalah bahwa pulau sebesar noktah itu subur makmur begitu rupa, sehingga penghuninya tiada perlu berlayar ke mana pun jua agar dapat hidup. Bahkan, para penghuninya itu juga tidak ingin pergi ke mana pun meski sekadar hanya untuk melihat dunia. Tidak terdapat satu perahu pun di pulau itu. ”Jangan-jangan mereka pun mengira, bahwa dunia hanyalah sebatas pulau sebesar noktah di tengah danau seluas lautan ini,” pikir Guru Kiplik. Namun, alangkah terharunya Guru Kiplik setelah diketahuinya bahwa meskipun terpencil dan terasing, sembilan orang penduduk pulau sebesar noktah itu di samping bekerja juga tidak putus-putusnya berdoa! ”Tetapi sayang,” pikir Guru Kiplik, ”mereka berdoa dengan cara yang salah.” Maka dengan penuh pengabdian dan perasaan kasih sayang tiada terkira, Guru Kiplik pun mengajarkan kepada mereka cara berdoa yang benar. Setelah beberapa saat lamanya, Guru Kiplik menyadari betapa susahnya mengubah cara berdoa mereka yang salah itu. Dengan segala kesalahan gerak maupun ucapan dalam cara berdoa yang salah tersebut, demikian pendapat Guru Kiplik, mereka justru seperti berdoa untuk memohon kutukan bagi diri mereka sendiri! ”Kasihan sekali jika mereka menjadi terkutuk karena cara berdoa yang salah,” pikir Guru Kiplik. Sebenarnya cara berdoa yang diajarkan Guru Kiplik sederhana sekali, bahkan sebetulnya setiap kali mereka pun berhasil menirunya, tetapi ketika kemudian mereka berdoa tanpa tuntunan Guru Kiplik, selalu saja langsung salah lagi. ”Jangan-jangan setan sendirilah yang selalu menyesatkan mereka dengan cara berdoa yang salah itu,” pikir Guru Kiplik, lagi. Guru Kiplik hampir-hampir saja merasa putus asa. Namun, setelah melalui masa kesabaran yang luar biasa, akhirnya sembilan orang itu berhasil juga berdoa dengan cara yang benar. Saat itulah Guru Kiplik merasa sudah tiba waktunya untuk pamit dan melanjutkan perjalanannya. Di atas perahu layarnya Guru Kiplik merasa bersyukur telah berhasil mengajarkan cara berdoa yang benar. ”Syukurlah mereka terhindar dari kutukan yang tidak dengan sengaja mereka undang,” katanya kepada para awak perahu. Pada saat waktu untuk berdoa tiba, Guru Kiplik pun berdoa di atas perahu dengan cara yang benar. Baru saja selesai berdoa, salah satu dari awak perahunya berteriak. ”Guru! Lihat!” Guru Kiplik pun menoleh ke arah yang ditunjuknya. Alangkah terkejutnya Guru Kiplik melihat sembilan orang penghuni pulau tampak datang berlari-lari di atas air! Guru Kiplik terpana, matanya terkejap-kejap dan mulutnya menganga. Mungkinkah sembilan penghuni pulau terpencil, yang baru saja diajarinya cara berdoa yang benar itu, telah begitu benar doanya, begitu benar dan sangat benar bagaikan tiada lagi yang bisa lebih benar, sehingga mampu bukan hanya berjalan, tetapi bahkan berlari-lari di atas air? Sembilan orang penghuni pulau terpencil itu berlari cepat sekali di atas air, mendekati perahu sambil berteriak-teriak. ”Guru! Guru! Tolonglah kembali Guru! Kami lupa lagi bagaimana cara berdoa yang benar!”.
Halyang menarik dari cerpen ini salah satunya adalah permainan perasaan pengarangnya yang memberikan suasana haru. Membaca karya M. Shoim Anwar pembaca akan dibawa ke kejadian-kejadian yang mengejutkan. Dalam kisah ini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa niat yang baik harus dilaksanakan dengan jalan yang baik pula, apabila
30Zq.
  • 5oj8o1i3gl.pages.dev/225
  • 5oj8o1i3gl.pages.dev/286
  • 5oj8o1i3gl.pages.dev/48
  • 5oj8o1i3gl.pages.dev/262
  • 5oj8o1i3gl.pages.dev/458
  • 5oj8o1i3gl.pages.dev/445
  • 5oj8o1i3gl.pages.dev/138
  • 5oj8o1i3gl.pages.dev/514
  • cerpen karya seno gumira ajidarma